CATATAN PERJALANAN SANG PEMIMPI
PART
I
KEGALAUAN
PASCA WISUDA
Jumat 22/09/2017
Pagi ini hari terasa
seperti biasanya, cerah tak berawan serta berlalu tanpa ada yang berbeda dari
hari sebelumnya. Entah kenapa waktu terasa berputar begitu cepat bahkan aku
tidak menyadari kalau sudah hampir 5 bulan pasca wisuda menganggur tak memiliki
pekerjaan. Kamu pun pergi lagi melintasi jalan berbaja menuju kota surabaya,
mengurusi keperluan yang masih ada pasca wisuda september kemarin, euforia
terasa kental di dalam setiap text chat kita berdua. Aku bahagia, kamu lulus
tepat waktunya. Memberikanku banyak contoh sejati tentang yang namanya nilai
hidup bernama “believe”.
Kebiasaanmu juga tak
banyak berubah, sibuk seperti biasanya bahkan lupa memberi kabar. Kalaupun
ingat, ya sekedarnya saja. Sulit bagiku memahami sifatmu yang satu itu karena
semakin banyak ku mengoreksi semakin parah sepertinya. Jadi ku biarkan saja,
lepas mengalir seperti hubungan ini. Pergi tanpa pamit jadi kebiasaanmu
sekarang, tanpa kabar atau basa basi sebelumnya. Yang kutau, notifikasi email
tautan akunmu muncul payment receive keberangkatan ke surabaya hari ini.
Semalam atau hari kemarin pun kamu tak pernah membicarakan hal tersebut.
Pikiran pun kemana-mana, apa mungkin aku sudah tak penting lagi jadi muara
keluh kesah hidupmu? Ah, jangan dengerin setan bicara! Tegasku dalam hati. Mungkin
memang kau terlalu pusing dan banyak pikiran sehingga lupa membicarakannya
denganku, tak mengapalah.
Kalau ku teruskan
pikiran ini akan banyak menerka-nerka hal-hal yang ku sendiri tidak tau
pastinya. Bahkan saat ku memencet tombol blokir kontakmu pun karena kalutnya
perasaanku. Setidaknya ku jelaskan bagaimana kehidupan setelah wisuda sangat
membuat galau, pertama yaitu dimana keinginanku dan keinginan orangtua-ku
berbeda. Aku ingin melanjutkan studi S-2 namun diarahkan untuk bekerja setelah
lulus. Setelah pertarungan panjang akhirnya aku memutuskan untuk bekerja
sekaligus menyelam mencari topik S-2ku nanti di lapangan pekerjaan. Proses
panjang itu melalui banyak keraguan dan kebimbangan, konsultasi sana-sini pun
akhirnya menjadi pertimbangan. Setelah memutuskan melanjutkan kerja, otomatis
yang dilakukan adalah harus melamar kerja. Kesana kemari ku kejar banyak job fair. Daftar sana sini, kirim
lamaran langsung, melalui email bahkan melalui pos ku lakukan. Tak terasa 2
bulan ku aktif mencari kerja, banyak wawancara, banyak psikotes ku lalui dan
banyak juga gagalnya. Naik krl atau transjakarta di pagi buta menjadi
keseharian bagiku dengan title “job
seeker” jadi yang pertama datang ke tempat tes selalu aku. Tapi juga yang
pertama gagal didalam tesnya. Ketawa lirih biasanya pulang dengan tangan
kosong. Mata melihat sepanjang jalan terhimpit ratusan orang yang mencari
nafkah untuk keluarga atau sekedar memenuhi gaya hidup hedonisme yang
dianutnya. Perih.. gagal lagi..
Setidaknya ku mencoba
mengambil hikmah dari capeknya kaki berdiri sepanjang stasiun tujuan atau halte
tujuan, hatiku mengeras tak boleh cengeng, tak boleh banyak mengeluh. Hidup
harus kuat, harus sukses. Hatiku kembali tenang, walupun belum sepenuhnya
dikatakan tenang. Ada malam-malam dimana mataku kering tak bisa tidur,
memikirkan masa depan dan ketakutanku akan beberapa hal yang cukup krusial.
Pekerjaan, kematian, pasangan hidup, keluarga dan pendidikan adalah salah satu
diantaranya. Jika ku mengulas tentang pasangan hidup, bahkan ku sempat berfikir
untuk tidak menikah. Hahha cukup kaget kan? Bagi kebanyakan perempuan bahkan
rela melepas cita-cita demi dapat berkeluarga dengan pasangannya. Namun aku,
berbeda.
Pernikahan adalah hal
yang sangat kompleks juga rumit, terkadang aku tidak mengerti essensial
pernikahan selain melepaskan hasrat seksual dan melanjutkan keturunan. Alam
bawah sadarku melepaskan banyak kenangan pahit dalam hidup, dicampakkan, tak
dianggap dan ditinggalkan membuatku waspada. Banyak kisah juga yang
mengernyitkan dahiku pada pasangan yang gagal dalam pernikahan dan mengorbankan
masa depan anaknya sendiri. Hal ini mebuatku takut, juga berdampak pada gaya
pacaranku sendiri.
0 komentar: