Muhammad Adiyaksa Lomba Tulis Konsumen Bijak #BeliYangBaik
Meningkatkan Pencerdasan dan
Kepedulian Masyarakat terhadap Dampak Negatif dari Minyak Jelantah yang Dibuang
secara Langsung ke Lingkungan
Indonesia
merupakan salah satu negara produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di
dunia. Selain itu, masyarakat Indonesia juga sebagai konsumen minyak sawit yang
tertinggi di dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa komoditas minyak sawit di
Indonesia telah banyak berkontribusi dalam memajukan bidang perekonomian dari
sektor perkebunan, karena tanaman perkebunan ini memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi. Berdasarkan data yang saya peroleh dari website Direktorat Jenderal Perkebunan, laju pertumbuhan rata-rata
volume ekspor kelapa sawit khususnya CPO selama 2003-2014 sebesar 12,94% per
tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 25,76% per tahun. Volume ekspor
komoditas kelapa sawit sampai dengan bulan September 2014 mencapai 15,96 juta
ton dengan nilai sebesar 12,75 juta US$. Neraca perdagangan untuk komoditas
kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai US $19,34 milyar.
Pembukaan
lahan yang dilakukan untuk perkebunan sawit telah membuat banyak kerusakan
lingkungan dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Seperti yang kita ketahui
dalam pembukaan lahan untuk perkebunan
kelapa sawit, banyak mengorbankan lahan konservasi hutan dengan melakukan
penebangan pohon dan membakar tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitarnya.
Kerusakan ekosistem hutan yang ditimbulkan pembukaan lahan sangat mengancam
kelestarian keanekaragaman flora dan fauna. Sangat disayangkan pembukaan lahan
hutan oleh perusahaan hanya semata-mata mengejar keuntungan saja tanpa melihat
dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Dampak negatif dari kerusakan
lingkungan akibat pembukaan lahan tersebut sangat sulit ditanggulagi karena membutuhkan
jangka waktu yang lama untuk melakukan bioremediasi lingkungan dan reboisasi.
Industri
pengolahan kelapa sawit selama ini juga menghasilkan banyak limbah berupa
limbah cair, padat, maupun gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berpotensi
sebagai pencemar karena mengandung COD dan BOD serta padatan tersuspensi tinggi
(Said dan Dev, 1996). Telah banyak cara
untuk mengendalikan dan menanggulangi pencemaran limbah hasil produksi dari
minyak sawit di antaranya secara kimia, fisika, maupun biologis. Limbah cair
dari pengolahan minyak sawit mengandung senyawa organik maupun anorganik yang
dapat dan tidak dapat diuraikan oleh sejumlah mikroorganisme. Limbah kelapa
sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Apabila limbah ini tidak dapat
diolah dan ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan pencemaran yang besar
karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar.
Minyak
sawit merupakan bahan yang digunakan untuk memproduksi minyak goreng.
Permintaan yang sangat tinggi dari masyarakat menjadikan minyak goreng sebagai
salah satu kebutuhan pokok. Konsumsi minyak goreng ini didominasi oleh rumah
tangga dan kemudian warung makan atau restoran.
Hanya
sekedar berbagi pengalaman saya tentang minyak jelantah. Dahulu, menurut saya
minyak jelantah yang dibuang ke selokan atau tempat saluran air tidak mencemari
lingkungan karena dalam pikiran saya kandungan senyawa kimia pada minyak
jelantah berupa senyawa organik sehingga dapat dengan mudah terurai oleh
mikroorganisme. Namun, setelah banyak membaca hasil penelitian berupa jurnal
dan artikel terpercaya. Ternyata, pemikiran saya selama ini salah.
Minyak
goreng bekas atau yang biasa kita kenal sebagai minyak jelantah juga merupakan
salah satu limbah rumah tangga. Akan tetapi, selama ini masyarakat memiliki
informasi yang minim tentang hal tersebut, karena dianggap tidak membahayakan
terhadap lingkungan. Dampak dari limbah minyak bekas pakai dan lemak jika
dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan akibat dan resiko
terhadap kesehatan manusia, keseimbangan lingkungan/ekologi dan
keindahan/estetika lingkungan. Limbah minyak yang panas akan dapat merusak
keseimbangan oksigen dalam air, hal ini disebabkan karena kelarutan oksigen
dalam air menjadi kecil akibat kenaikan suhu. Kenaikan suhu limbah termik dapat
menyebabkan kecepatan penggunaan oksigen oleh reaksi biokimia menjadi besar
akibat kenaikan suhu.
Air
limbah yang banyak mengandung materi tersuspensi dapat menyebabkan kerugian
bagi perairan. Materi tersuspensi akan menyebabkan pula terhambatnya penetrasi cahaya,
dengan adanya hambatan penetrasi cahaya maka laju fotosintesis menjadi
terhambat. Air yang tercemar sering kali mengeluarkan bau yang sangat menusuk
hidung dan warnanya berubah menjadi hitam, hijau, coklat ataupun merah
tergantung dari jenis pencemar yang ada. Kejadian ini sangat mengganggu segi
keindahan yang dimiliki air (Said dan Dev, 1996). Tidak hanya itu, minyak jelantah
yang dibuang melalui saluran-saluran air dapat menyebabkan terbentuknya endapan
atau gumpalan minyak pada permukaan air. Endapan atau gumpalan lemak ini dapat
menghambat aliran air pada saluran pengairan. Kandungan kimia pada minyak
goreng bekas juga dapat mengganggu kesehatan organisme yang hidup di ekosistem
perairan.
Limbah
rumah tangga berupa minyak jelantah nampaknya agak sulit untuk dilakukan
pengolahan dalam skala rumah tangga karena terbatasnya informasi tentang pengolahan
minyak jelantah serta peralatan yang digunakan. Akan tetapi, dari pengalaman
yang saya alami ketika membeli makanan di warung, saya sempat bertanya kepada
pemilik warung tentang minyak jelantah yang sudah tidak dipakai untuk keperluan
memasak. Ternyata, minyak jelantah mereka tampung dalam wadah seperti galon
yang kemudian dijual kepada seorang pengepul dengan harga sekitar Rp.
3.000/liter. Menurut informasi yang saya dapat dari sang pemilik warung, minyak
jelantah tersebut nantinya akan diolah menjadi bahan dasar pembuatan biodiesel
maupun sabun. Minyak jelantah memang masih memiliki nilai ekonomis, tetapi
untuk saat ini masyarakat dalam skala rumah tangga masih belum mampu untuk mengolah minyak
jelantah menjadi produk lain yang memiliki nilai jual dan ramah lingkungan. Hal
tersebut disebabkan karena minimnya informasi, metode, serta peralatan
pendukung yang digunakan untuk mengolahnya. Perlunya dilakukan sosialisasi,
pencerdasan, dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat mengolah minyak
jelantah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan ramah lingkungan. Kegiatan
tersebut harus diintegrasikan dengan lembaga-lembaga pemerhati dan pelestarian
lingkungan.
Dukungan
kita sebagai konsumen dapat dilakukan dengan memilih produk minyak goreng yang ramah
lingkungan dari proses perkebunan, penanaman sawit, proses produksi, hingga
penggunaannya. Selain itu, kita juga harus bijak dan tidak berlebihan ketika menggunakan
olahan produknya. Jadilah konsumen yang cerdas, jangan asal membeli produk yang
ramah dengan keuangan, tetapi belilah produk minyak goreng yang berekolabel dan
bersertifikat RSPO agar trend penggunaan
produk tersebut di masyarakat semakin luas. Dengan begitu, secara tidak
langsung kita telah memberikan dukungan terhadap realisasi program perkebunan
kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan sehingga industri-industri
pengolahan minyak sawit tidak lagi mengorbankan ekosistem konservasi hutan untuk
memperluas lahan perkebunan.
Muhammad Adiyaksa
Lomba Tulis Konsumen Bijak #BeliYangBaik
0 komentar: