PENGARUH PENCEMARAN MINYAK MENTAH TERHADAP EKOSISTEM LAUT

7:22 PM Rima Ramadhania 0 Comments



TUGAS TERSTRUKTUR EKOLOGI
PENGARUH PENCEMARAN MINYAK MENTAH TERHADAP EKOSISTEM LAUT










 








Oleh :
Rima Ramadhania             B1J012106
Mohamad Taufik               B1J012160
M. Rifqi Elnanza A.           B1J012188

Kelas D









KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN
Tumpahan minyak mentah yang terjadi di perairan mampu mengakibatkan pencemaran dalam ekosistem perairan. Salah satunya yaitu daerah pantai, hal ini karena daerah tersebut merupakan daerah di tepi laut yang masih mendapat pengaruh keadaan laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Minyak mentah adalah campuran senyawa hidrokarbon yang terbentuk berjuta tahun silam, yang berasal dari fosil tumbuhan, hewan, atau plankton selama jutaan tahun di dalam tanah atau pun di dasar lautan. Tumpahan minyak mentah yang terbawa bersama arus pasang terpenetrasi dan terakumulasi di dalam tanah (Munawar dkk., 2007). Cemaran minyak yang lebih mengancam bagi ekosistem lautan adalah limbah minyak. Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan lingkungan hidup, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya (Rosidah, 2013).
Pencemaran lingkungan laut merupakan masalah yang dihadapi bersama oleh masyarakat dunia. Pengaruhnya dapat menjangkau atau menyentuh seluruh aktivitas manusia di laut, dan karena sifat laut yang berbeda dengan darat, maka masalah pencemaran laut dapat mempengaruhi kepulauan semua negara baik yang negara berkembang maupun negara maju, sehingga perlu disadari bahwa semua kepulauan di berbagai negara mempunyai kepentingan terhadap masalah pencemaran laut (Rosalina, 2013).
Polusi dari tumpahnya minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk dunia industri yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup jauh, meningkatnya jumlah anjungan-anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Dan juga karena semakin meningkatnya transportasi laut (Kuncowati, 2010).


PEMBAHASAN
Pencemaran ekosistem laut akibat minyak mentah banyak disebabkan berbagai sumber pencemaran. Menurut Pertamina (2002), pencemaran minyak di laut berasal dari: ladang minyak bawah laut, operasi kapal tanker, docking (perbaikan/perawatan kapal), terminal bongkar muat tengah laut, tangki ballast dan tangki bahan bakar, scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua), kecelakaan tanker (kebocoran lambung, kandas,ledakan,kebakaran, dan tabrakan), sumber di darat (minyak pelumas bekas atau cairan yang mengandung hidrokarbon (perkantoran dan industri ), Tempat pembersihan (dari limbah pembuangan refinery).
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan- batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat racun berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan,dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber kematian, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Sumadhiharga (1995) dalam Misran 2002, memaparkan bahwa dampak–dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah jangka pendek dan jangka panjang.
Akibat jangka pendek, molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan berbau minyak sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya. Akibat jangka panjang, lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan , sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan besar, hewan- hewan laut lainnya dan bahkan manusia.
Minyak mineral dapat juga mempengaruhi kehidupan organisme perairan secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung, berdasarkan hasil penelitian di laboratorium dan di lapangan menunjukkan bahwa minyak mineral mempunyai sifat letal (mematikan) dan subletal (mematikan dengan cara tidak langsung). Sifat letal dapat dilihat dalam kasus Tampico Maru yang pecah pada tahun 1957 di Baja, California dan tumpahan minyak "No. 2 fuel oil" di West Falmouth, Mass, yang terjadi tahun 1969, keduanya dengan cepat menyebabkan kematian massal berbagai jenis organisme laut. Kasus lain seperti Curahan minyak di pelabuhan Guayanilla dan pantai selatan Puerto Rico telah membunuh ikan dan merusak hutan mangrove di sekitarnya. Kerusakan mangrove dan kematian ikan tersebut disebabkan lubang udara pada akar mangrove dan insang ikan tertutup oleh lapisan minyak sehingga tidak bisa bernafas.
Kasus pertama terjadi tahun 1952 ketika kapal Fort Meyer dan Pendleton bertabrakan di pantai Claphan Mass, yang menyebabkan populasi burung Eider Duc berkurang dari 500.000 ekor menjadi 150.000 ekor. Hal yang sama terulang lagi di Laut Utara, Atlantik Utara, Pantai Barat Alaska (April 1970); Shutland Islands (1971), dan di Jutland, Denmark (Desember 1972). Ketika tambang minyak di St. Barbara meledak, banyak minyak tercurah dan membentuk lapisan se-tebal 1 — 2 cm di permukaan laut. Hal ini menyebabkan banyak burung, tumbuhan dan hewan laut yang mati. Hasil uji patologis menunjukkan bahwa dalam tubuh burung-burung yang mati tersebut terjadi degradasi lemak dalam hati, kerusakan syaraf, pembesaran limpa, "acinar atrophy of The pancreas", "adrecortinal hyperphosia", radang paru dan ginjal. sebagian burung mati juga dikarena sayapnya ditempeli oleh lapisan minyak. Lapisan minyak di permukaan akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air. Pengaruh subletal minyak bumi terjadi dalam waktu lama yang meliputi gangguan pada proses selluler dan fisiologis seperti : cara makan, reproduksi (fertilisasi & fekunditas), tingkah laku, pertumbuhan tidak normal, kegagalan menangkap mangsa, gangguan "chemical communication" (rangsang-an kimia) dan lain-lain. Pengaruh sifat subletal minyak terhadap organisme laut sangat tergantung pada kadar dan struktur molekul minyak. Minyak yang mengandung gugus aromatik dan titik didih rendah mempunyai daya penetrasi besar sehingga daya toksiknya tinggi. Selain tergantung pada jenis minyak, daya racun minyak juga tergantung pada ukuran dan jenis organisme.
Kasus selanjutnya yaitu di Tanah air pada tanggal 21 Agustus 2009 terjadi kebocoran minyak Montara di laut Timor. Kebocoran ini berlangsung hingga November 2009 sehingga tumpahan lapisan minyak menyebar luas di perairan laut Timor. Para nelayan melaporkan bahwa akibat tumpahan minyak ini ditemukan banyak ikan mati di laut. Berdasarkan survey yan dilakukan tim ASA (200), suhu permukaan laut diperkirakan melebihi 80oC (Rancak, 2010).
 Pengaruh secara tidak langsung minyak dapat mempengaruhi kehidupan organisme perairan. Pengaruh tidak langsung ini meliputi pengrusakan habitat, pengurangan oksigen dan penaikan suhu air. Salah satu contoh kerusakan habitat organisme laut akibat pencemaran minyak adalah kerusakan habitat Thallasia testudinum di Puerto Rico. Ketika minyak tumpah di pantai selatan Puerto Rico, komponen minyak yang berat jenisnya besar mengendap. Setelah beberapa lama minyak ini membentuk gumpalan gumpalan yang melekat pada pasir sedimen. Gumpalan-gumpalan minyak tersebut bergerak-gerak akibat pengaruh ombak dan arus sehingga pasir sedimen yang melekat pada gumpalan minyak ikut bergerak. Hal ini telah menyebabkan 3000 m pasir hilang dalam waktu 1 minggu (ZIEMAN 1975). Hilangnya pasir inilah yang menyebabkan kerusakan hebat pada habitat rumput laut, lapisan minyak di permukaan akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air.
Minyak yang terdapat dalam kolom air dan di dasar perairan akan mengalami penguraian secara biologis. Proses penguraian 1 L minyak membutuhkan 2,25 kg oksigen (BLUMER dalam JOHNNES 1975). Proses ini bisa menyebabkan kematian massal organisme laut karena kekurangan oksigen. Daya serap energi matahari oleh minyak mineral lebih besar dibandingkan dengan air laut, lapisan minyak di permukaan air akan menaikkan suhu air laut. Hal ini membahayakan organisme yang hidup di perairan dangkal, terutama di daerah tropis. Minyak Juga dapat mengurangi kelarutan DDT dalam air dan sebaliknya meningkatkan daya larut DDT dalam lemak, hal ini menyebabkan penetrasi DDT melalui permukaan membran ke dalam tubuh organisme akuatik semakin mudah dan efektif, sehingga daya racun minyak bercampur DDT semakin tinggi. Organisme laut mempunyai kemampuan mengakumulasi minyak, adanya akumulasi minyak ini sering menyebabkan daging ikan terasa berbau minyak. Hal ini bisa menimbulkan kerugian besar bagi nelayan karena mengakibatkan ikan yang ditangkap, tidak bisa dijual seperti yang dialami oleh nelayan Australia. Pada waktu itu 78 ton ikan belanak, Mugil cephalus yang ditangkap dari 1 Mei — 14 Juni 1968 terpaksa dibuang karena berbau minyak. Rasa minyak ini umumnya disebabkan oleh hidrokarbon aromatik yang mudah menguap seperti dibensotiofen, fenol, asam naftenik, merkaptan, tetra dekan dan naftalena. Disamping berbau minyak, ikan dan kerang-kerangan dari perairan yang tercemar minyak sering mengandung senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker (Lipi, 1990).




Menurut Rosidah (2013) akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
  1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
  2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
  3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.
  4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
Menurut Rosalina (2013) Sebagai salah satu masalah lingkungan hidup, pencemaran bersifat kompleks. Hal ini terlihat dari begitu luas dan rumit persoalannya, latar belakang dan faktor-faktor penyebabnya. Beberapa sebab pencemaran dan kerusakan lingkungan. :
a) Kepadatan penduduk
Laju pertambahan jumlah penduduk yang begitu pesat mau tak mau menuntut adanya persediaan sumber daya alam yang cukup. Untuk konteks pencemaran air misalnya, dalam suatu riset pada tahun 1980an dinyatakan bahwa persedian air semakin langka dari hari ke hari.
b) Kemiskinan Ekonomi
Kemiskinan ekonomi ada hubungannya dengan kepadatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang meningkat jika tidak disertai kemudahan mendapatkan akses kebutuhan yang cukup, akan bisa memperbesar kemiskinan.
c) Kemiskinan pengetahuan
Masalah lingkungan hidup sangat bersangkutpaut dengan ketidaktahuan, ketidaksadaran dan kurangnya perhatian dalam kebiasaan hidup sehari-hari. Kemiskinan pengetahuan diandaikan bisa berubah. Maksudnya ialah bahwa seseorang akan bertambah pengetahuannya bila diberi pendidikan atau pengertian yang sesuai dengan masalah baru itu, beserta kemungkinan-kemungkinan yang akan ditimbulkannya dari hal baru itu.
d) Perkembangan Teknologi dan Industri
Kemampuan berpikir manusia akhirnya menghasilkan teknologi, dan teknologi ini yang mendasari industri. Tujuan teknologi sebenarnya untuk kesejahteraan manusia. Teknologi dan industri sangat berguna dan membantu manusia dalam kehidupannya. Teknologi dan industri mempunyai arti yang berbeda, namun juga mempunyai hubungan yang erat. Dalam perkembangannya, industri-industri ini merupakan salah satu sebab dari pencemaran lingkungan.
Penanggulangan tumpahan minyak mentah, telah ditempuh banyak metode, baik metode fisika, kimia, maupun bioremediasi. Metode fisika memiliki beberapa kelemahan seperti banyaknya tenaga manusia yang dibutuhkan untuk membuang minyak secara manual (Hozumi dkk., 2000), pembakaran polutan yang menyebabkan polusi udara (Gogoi dkk., 2003), atau matinya tumbuh-tumbuhan pesisir akibat aktivitas pengumpulan minyak (Kiesling dkk., 1988; OTA, 1990; Owens dkk., 1993a dalam Pezeshki dkk., 2000). Hal serupa juga terjadi pada metode kimia. Zat-zat kimia yang digunakan untuk menanggulangi tumpahan minyak sering kali jauh lebih beracun daripada minyak itu sendiri (Burridge dan Shir, 1995 dalam Wrabel dan Peckol, 2000).
Bioremediasi merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip proses biologi untuk mengolah air tanah, tanah, dan lumpur yang terkontaminasi zat-zat kimia berbahaya (Cookson, 1995). Tujuan akhir bioremediasi adalah memineralisasi  kontaminan, yaitu mengubah senyawa kimia berbahaya menjadi kurang berbahaya seperti karbon dioksida atau beberapa gas lain, senyawa anorganik, air, dan materi yang dibutuhkan oleh mikroba pendegradasi (Eweis et al., 1998). Untuk rancangan bioremediasi memerlukan estimasi jumlah zat (termasuk nutrien) yang harus diberikan ke bioreaktor atau ke bawah-permukaan laut atau ke tanah untuk in-situ treatment. Perhitungan ini menjadi dasar bagi penentuan ukuran fasilitas-fasilitas proses, seperti perpipaan, pompa, kontrol emisi, penyimpanan bahan kimia yang digunakan, dan biaya. Jumlah total dan laju pemberian (rate of delivery) zat ini diproyeksikan sebagai penerima elektron, pemberi elektron, substrat primer, kontrol pH, dan penambahan nutrien (Cookson,1995).
Metode bioremediasi merupakan cara penanggulangan tumpahan minyak yang paling aman bagi lingkungan (Prince dkk., 2003). Selain itu, metode ini juga bisa dipadukan dengan metode fisika maupun kimia (Boopathy, 2000). Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam bioremediasi tumpahan minyak: (1) bioaugmentasi, di mana mikroorganisme pengurai ditambahkan untuk melengkapi populasi mikroba yang telah ada, dan (2) biostimulasi, di mana pertumbuhan pengurai hidrokarbon asli dirangsang dengan cara menambahkan nutrien dan/atau mengubah habitat (Venosa dan Zhu, 2003). Meskipun teknik bioremediasi belum terlihat efektif untuk menangani pencemaran minyak pada perairan terbuka, tetapi metode ini efektif untuk membersihkan tumpahan minyak pada lingkungan pantai (Munawar dan Mukhtasor, 2005).
  
KESIMPULAN
Penanggulangan tumpahan minyak mentah, telah ditempuh banyak metode, baik metode fisika, kimia, maupun bioremediasi. Metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Prosedur penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan, dan aspek koordinasi.
           



DAFTAR REFERENSI
Hutagalung, P.H. 1990. Pengaruh Minyak Mineral terhadap Organisme Laut. Oseana 15 (1) : 13 – 27.
Kuncowati. 2010. Pengaruh pencemaran minyak di laut terhadap ekosistem laut. Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan. 1(1) : 18-22.
Munawar, Mukhtasor, Surtiningsih T. 2007. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah dengan Metode Biostimulasi Nutrien Organik di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Jurnal Berk. Penel. Hayati. 13 (91–96).
Rancak, T. G. 2010. Pengamatan Pencemaran Tumpahan Minyak di Laut Timor. Kajian Ulang Studi Kasus Pencemaran Oil Spill Montara di Laut Timor. Teknik Manajemen Pantai ITS.
Ronald, M.A. 2011. Oil Biodegradation and Bioremediation: A Tale of the Two Worst Spills in U.S. History. Journal Environtal Science and Technology. 45 (6709–6715)
Rosalina M. G. 2013. Peranan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dalam Upaya Membantu Korban Pencemaran Minyak di Laut Timor. eJournal Ilmu Hubungan Internasional. 1 (2): 363-374.
Rosidah. 2013. Pengetahuan Lingkungan : Tumpahan minyak mentah di lautan. Jurnal Pencemaran Minyak Industri. 3 (1-11).






0 komentar:

Alhamdulillah

7:05 PM Rima Ramadhania 0 Comments

alhamdulillah hari ini dan semalem berita yang masuk ke email menyenangkan hati, subhanallah bagaimana Allah secepat membalikan telapak tangan mengubah banyak kesedihan hati karena kegagalan yang sudah tak terhitung gue alami. malam ini surat itu pun datang membawa kabar gembira... alhamdulillah...


0 komentar: