PENGELOLAAN KECERDASAN EMOSIONAL DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

10:27 AM Rima Ramadhania 0 Comments



TUGAS TERSTRUKTUR
JATI DIRI UNSOED


PENGELOLAAN KECERDASAN EMOSIONAL DALAM
PROSES BELAJAR MENGAJAR









Disusun oleh :


Rima Ramadhania                   B1J012106 
Lydia Amellia Muly                B1J012112
Widiasmara Pasha                   B1J012178
                                    Nilla Ambarwati N                 B1J010187









KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013
                                                                                                           


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan di tanah air pada saat ini hendaknya sudah mulai merubah paradigma berpikir terhadap pembelajaran yang dilakukan. Kita semua menyadari bahwa dari dulu proses pendidikan dan pembelajaran di Indonesia lebih berorientasi dan menekankan pada kemampuan intelektual (IQ) atau aspek kognisi saja. Kemampuan intelektual seolah-olah lebih menjawab persoalan pendidikan dibandingkan dengan kemampuan lainnya. Pendidikan di Indonesia selama ini terlalu menekankan arti penting nilai akademik, kecerdasan otak atau IQ saja. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi jarang sekali ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosi yang mengajarkan tentang : integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan dsb.
Mungkin kita bisa melihat dari bentukan karakter dan kualitas sumber daya manusia era 2000 yang perlu dipertanyakan, yang berbuntut pada krisis ekonomi yang berkepanjangan pada waktu itu. Meskipun mereka mempunyai pendidikan yang sangat tinggi dengan gelar di depan atau belakang namanya, mereka hanya mengandalkan logika saja. Rupa-rupanya ada satu hal yang terlupakan oleh kita semua adalah kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia. Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang terjadi selama ini EQ tidak pernah tersentuh. Orientasi pembelajaran pada siswa adalah kecerdasan intelektual, dimana hal ini saja tidak cukup bagi siswa untuk dapat berhasil dalam meniti kehidupan bagi keberhasilan masa depan mereka.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antar guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada siswa yang sedang belajar seperti, penanaman kecerdasan emosional yang menunjang. Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin intraksi yang saling menunjang.
Dalam memahami kecerdasan emosional, penting bagi kita untuk mengetahui terlebih dahulu apa itu kecerdasan dan apa itu emosi. Dengan mengetahui hal tersebut, maka akan memudahkan kita untuk memeroleh gambaran dan memahami hakikat kecerdasan emosional.
Menurut Spearman dan Jones, bahwa ada suatu konsepsi lama tentang kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia dengan gagasan abstrak yang universal, untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa Yunani disebut noun, sedangkan penggunaan kekuatan termasuk disebut noesis. Kedua istilah tersebut kemudian dalam bahasa Latin dikenal sebagai intellectus dan intelligentia. Selanjutnya, dalam bahasa Inggris masing-masing diterjemahkan sebagai intellect dan interlligence. Transisi bahasa tersebut, ternyata membawa perubahan makna yang mencolok Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia kita disebut intelegensi (kecerdasan), semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, tetapi kemudian diartikan sebagai kekuatan lain.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian intelegensi banyak mengalami perubahan, namun selalu mengandung pengertian bahwa intelegensi merupakan kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan berkaitan dengan hakekat emosi, Beck mengungkapkan pendapat James dan Lange yang menjelaskan bahwa Emotion is the perception of bodily changes wich occur in response to an event. Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadaP situasi.
Kata emosi secara sederhana bias didefinisikan sebagai menerapkan “gerakan” baik secara metafora maupun harfiah, untuk mengeluarkan perasaan. Emosi sejak lama dianggap memiliki kedalaman dan kekuatan sehingga dalam bahasa latin, emosi dijelaskan sebagai motus anima yang artinya harfiahnya “Jiwa yang menggerakan kita”. Berlawanan dengan kebanyakan pemikiran konvensional, emosi bukan sesuatu yang bersifat positif atau negatif, tetapi emosi berlaku sebagai sumber energy autentisitas, dan semangat manusia yang paling kuat dan dapat menjadi sumber kebIjakan intuitif. Dengan kata lain, emosi tidak lagi dianggap sebagai penghambat dalam hidup kita, melainkan sebagai sumber kecerdasan, kepekaan, kedermawanan, bahkan kebijaksanaan.


1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari kecerdasan emosional?
2.      Apa pentingnya kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar?  
3.      Hal apa saja yang dapat membangun kecerdasan emosional?

1.3  Tujuan
Mahasiswa mampu mengaplikasikan kecerdasan emosional yang didapat dari proses
KBM,  sehingga dapat menunjang prestasi akademik maupun non akademik.


1.4   
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdoa.
Menurut Saphiro, istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang ahli, yaitu Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting untuk mencapai keberhasilan. Jenis-jenis kualitas emosi yang dimaksud antara lain : 1). Empati 2). Mengungkapkan dan memahami perasaan 3). Mengendalikan amarah 4). Kemampuan kemandirian 5). Kemampuan menyesuaikan diri 6). Diskusi 7). Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi 8). Ketekunan 9). Kesetiakawanan 10). Keramahan dan 11). Sikap hormat.
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, ketekunan, kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, mengenali perasaan orang lain (empati), membina hubungan (kerjasama) dan memandu pikiran serta tindakan ke arah yang positif. Oleh karena itu mengelola kecerdasan emosional dalam proses belajar mengajar sangat berpengaruh terhadap peserta didik.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami, mengelola dan menerapkan emosi diri sendiri dan orang lain guna meningkatkan prestasi dibidang akademik, karir dan hubungan sosial. Dalam proses belajar, kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) saling berkaitan, melengkapi dan saling mendukung. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa
dukungan EQ yang cerdas. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar mahasiswa, dengan demikian rational intelligence dan emotional intelligence harus secara bersamaaan ditingkatkan.

2.2 Pentingnya Pengelolaan Kecerdasan Emosional dalam Proses KBM
           
Pembangunan kecerdasan emosional atau EQ dalam dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah tentunya bukan tanggung jawab masing-masing individu ataupun orang tuanya. Seorang guru pun harus mampu memiliki peran untuk membentuk karakter dan pribadi anak didiknya. Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional baik tentunya sangat berpengaruh dalam hubungan interpersonal diantara mereka. Hubungan interpersonal yang sudah terbangun akan sangat bermanfaat untuk menanamkan kerja sama antara siswa dalam mengatasi persoalan yang diberikan oleh guru.
Pentingnya dari kecerdasan emosional atau EQ dalam proses belajar mengajar untuk memaksimalkan kualitas dari siswa tersebut dalam bidang akademik maupun non-akademik. Sehingga akan melahirkan orang-orang yang berprestasi, unggul, kreatif, dan mampu bersaing dengan perkembangan jaman. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimal. Kemudian, Doug Lennic menegaskan “yang diperlukan untuk sukses dimulai dengan keterampilan intelektual, tetapi orang juga memerlukan kecakapan emosi untuk memanfaaatkan potensi bakat mereka secara penuh. Penyebab kita tidak mencapai potensi maksimum adalah ketedikterampilan emosi.”
Kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak-atau kesempatan-yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup. Sebaliknya, keterampilan emosional merupakan meta-ability, yang menentukan seberapa baik kita mampu menggunakan keterampilan manapun yang kita miliki, termasuk intelektual yang belum terasah. Kecerdasan emosional merupakan kecakapan utama, kemampuan yang secara mendalam mulai memengaruhi semua kemampuan lainnya, baik memperlancar maupun menghambat kemampuan itu.
Lebih lanjut, Goleman menjelaskan bahwa orang yang secara emosional cakap-yang mengetahui dan menangani perasaan mereka dengan baik yang mampu mebaca dan mengahadapi perasaan orang lain dengan efektif- memiliki keuntungan di setiap bidang kehidupan. Orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagian dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sementara, orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalaami pertarungan batin yang merantas kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan memiliki pikiran yang jernih.
            Kecakapan emosi yang paling sering mengantar orang ke tingkat keberhasilan ini antara lain:
·         Inisiatif, semangat juang, dan kemampuan menyesuaikan diri;
·         Pengaruh, kemampuan memimpin dan kesadaran politis;
·         Empati, percaya diri dan kemampuan mengembangkan orang lain.

2.3 Hal-hal yang dapat Membangun Kecerdasan Emosional
           
Mengenali emosi diri
Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.

Melepaskan emosi negatif
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.

Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan.

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda.

Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional--menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati--adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.



Mengelola emosi orang lain
Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia.

Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.

Memotivasi orang lain
Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.

Jadi, sesungguhnya ketujuh ketrampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1  Kesimpulan

Seorang guru pun harus mampu memiliki peran untuk membentuk karakter dan pribadi anak didiknya. Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional baik tentunya sangat berpengaruh dalam hubungan interpersonal diantara mereka. Hubungan interpersonal yang sudah terbangun akan sangat bermanfaat untuk menanamkan kerja sama antara siswa dalam mengatasi persoalan yang diberikan oleh guru.
Kecerdasan emosional atau EQ dalam proses belajar mengajar dapat memaksimalkan kualitas dari siswa tersebut dalam bidang akademik maupun non-akademik. Sehingga akan melahirkan orang-orang yang berprestasi, unggul, kreatif, dan mampu bersaing dengan perkembangan jaman.
Kecerdasan emosional dapat dibangun dengan berbagai macam cara seperti: mengenali emosi diri, melepaskan emosi negatif, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, mengelola emosi orang lain, memotivasi orang lain.

3.2  Saran

Untuk melahirkan siswa-siswa yang berkualitas tidak cukup dengan mengandalkan IQ (kecerdasan Intelektual), upaya untuk melengkapinya seorang peserta didik harus memupunyai kemampuan dalam mengendalikan EQ (kecerdasan emosional). Diharapkan dikemudian harinya akan tercipta individu-individu baru dengan kemampuan dalam bidang akademik dan non akademik. Dengan begitu dapat melahirkan peserta didik berkualitas yang akan mempunyai sikap dan moral yang baik, unggul dalam intelektual maupun keterampilan emosional.



DAFTAR PUSTAKA

Goleman Daniel, 1995, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, terjemahan T.        Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hamzah Uno, 2002, Pengantar Psikologi Pembelajaran, Gorontalo: Nuruljannah
Kaphin dan Sadock, 1992, Emotional Quotient, New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Linda Campbell, Bruce Campbell, dan Dee Dickinson, 2002,  Teaching and Learning        Through Multiple Intelligences, Multiple Intelligence: Metode Terbaru Melesatkan       Kecerdasan, Terjemahan Tim Inisiasi, Depok: Inisiasi.
Nana Sudjana, 1998, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Agen Sindo Offset.
Robert S. Feldam, 1992, Essential of Understanding Psychology, New York: McGraw-Hill           Companies Inc.
Robert C. Beck, 1990,  Motivations: Therioes and Principles, New Jersey: Prentice Hall
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, 1998, Executive EQ: Emotional Intelligent in           Leadership and Organization, Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam             Kepemimpinan dan Organisasi, Terjemahan Alex Tri Kantjono W, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sadirman A. M., 1986,  Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Radjawali.


You Might Also Like

0 komentar: