Muhammad Adiyaksa Lomba Tulis Konsumen Bijak #BeliYangBaik

5:35 AM Rima Ramadhania 0 Comments

 Meningkatkan Pencerdasan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Dampak Negatif dari Minyak Jelantah yang Dibuang secara Langsung ke Lingkungan


Indonesia merupakan salah satu negara produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di dunia. Selain itu, masyarakat Indonesia juga sebagai konsumen minyak sawit yang tertinggi di dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa komoditas minyak sawit di Indonesia telah banyak berkontribusi dalam memajukan bidang perekonomian dari sektor perkebunan, karena tanaman perkebunan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang saya peroleh dari website Direktorat Jenderal Perkebunan, laju pertumbuhan rata-rata volume ekspor kelapa sawit khususnya CPO selama 2003-2014 sebesar 12,94% per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 25,76% per tahun. Volume ekspor komoditas kelapa sawit sampai dengan bulan September 2014 mencapai 15,96 juta ton dengan nilai sebesar 12,75 juta US$. Neraca perdagangan untuk komoditas kelapa sawit tahun 2013 telah mencapai US $19,34 milyar.
Pembukaan lahan yang dilakukan untuk perkebunan sawit telah membuat banyak kerusakan lingkungan dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Seperti yang kita ketahui dalam pembukaan lahan  untuk perkebunan kelapa sawit, banyak mengorbankan lahan konservasi hutan dengan melakukan penebangan pohon dan membakar tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitarnya. Kerusakan ekosistem hutan yang ditimbulkan pembukaan lahan sangat mengancam kelestarian keanekaragaman flora dan fauna. Sangat disayangkan pembukaan lahan hutan oleh perusahaan hanya semata-mata mengejar keuntungan saja tanpa melihat dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Dampak negatif dari kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan tersebut sangat sulit ditanggulagi karena membutuhkan jangka waktu yang lama untuk melakukan bioremediasi lingkungan dan reboisasi.
Industri pengolahan kelapa sawit selama ini juga menghasilkan banyak limbah berupa limbah cair, padat, maupun gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berpotensi sebagai pencemar karena mengandung COD dan BOD serta padatan tersuspensi tinggi (Said dan Dev, 1996).  Telah banyak cara untuk mengendalikan dan menanggulangi pencemaran limbah hasil produksi dari minyak sawit di antaranya secara kimia, fisika, maupun biologis. Limbah cair dari pengolahan minyak sawit mengandung senyawa organik maupun anorganik yang dapat dan tidak dapat diuraikan oleh sejumlah mikroorganisme. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Apabila limbah ini tidak dapat diolah dan ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan pencemaran yang besar karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar.
Minyak sawit merupakan bahan yang digunakan untuk memproduksi minyak goreng. Permintaan yang sangat tinggi dari masyarakat menjadikan minyak goreng sebagai salah satu kebutuhan pokok. Konsumsi minyak goreng ini didominasi oleh rumah tangga dan kemudian warung makan atau restoran.
Hanya sekedar berbagi pengalaman saya tentang minyak jelantah. Dahulu, menurut saya minyak jelantah yang dibuang ke selokan atau tempat saluran air tidak mencemari lingkungan karena dalam pikiran saya kandungan senyawa kimia pada minyak jelantah berupa senyawa organik sehingga dapat dengan mudah terurai oleh mikroorganisme. Namun, setelah banyak membaca hasil penelitian berupa jurnal dan artikel terpercaya. Ternyata, pemikiran saya selama ini salah.
Minyak goreng bekas atau yang biasa kita kenal sebagai minyak jelantah juga merupakan salah satu limbah rumah tangga. Akan tetapi, selama ini masyarakat memiliki informasi yang minim tentang hal tersebut, karena dianggap tidak membahayakan terhadap lingkungan. Dampak dari limbah minyak bekas pakai dan lemak jika dibuang tanpa diolah terlebih dahulu akan menimbulkan akibat dan resiko terhadap kesehatan manusia, keseimbangan lingkungan/ekologi dan keindahan/estetika lingkungan. Limbah minyak yang panas akan dapat merusak keseimbangan oksigen dalam air, hal ini disebabkan karena kelarutan oksigen dalam air menjadi kecil akibat kenaikan suhu. Kenaikan suhu limbah termik dapat menyebabkan kecepatan penggunaan oksigen oleh reaksi biokimia menjadi besar akibat kenaikan suhu.
Air limbah yang banyak mengandung materi tersuspensi dapat menyebabkan kerugian bagi perairan. Materi tersuspensi akan menyebabkan pula terhambatnya penetrasi cahaya, dengan adanya hambatan penetrasi cahaya maka laju fotosintesis menjadi terhambat. Air yang tercemar sering kali mengeluarkan bau yang sangat menusuk hidung dan warnanya berubah menjadi hitam, hijau, coklat ataupun merah tergantung dari jenis pencemar yang ada. Kejadian ini sangat mengganggu segi keindahan yang dimiliki air (Said dan Dev, 1996). Tidak hanya itu, minyak jelantah yang dibuang melalui saluran-saluran air dapat menyebabkan terbentuknya endapan atau gumpalan minyak pada permukaan air. Endapan atau gumpalan lemak ini dapat menghambat aliran air pada saluran pengairan. Kandungan kimia pada minyak goreng bekas juga dapat mengganggu kesehatan organisme yang hidup di ekosistem perairan.
Limbah rumah tangga berupa minyak jelantah nampaknya agak sulit untuk dilakukan pengolahan dalam skala rumah tangga karena terbatasnya informasi tentang pengolahan minyak jelantah serta peralatan yang digunakan. Akan tetapi, dari pengalaman yang saya alami ketika membeli makanan di warung, saya sempat bertanya kepada pemilik warung tentang minyak jelantah yang sudah tidak dipakai untuk keperluan memasak. Ternyata, minyak jelantah mereka tampung dalam wadah seperti galon yang kemudian dijual kepada seorang pengepul dengan harga sekitar Rp. 3.000/liter. Menurut informasi yang saya dapat dari sang pemilik warung, minyak jelantah tersebut nantinya akan diolah menjadi bahan dasar pembuatan biodiesel maupun sabun. Minyak jelantah memang masih memiliki nilai ekonomis, tetapi untuk saat ini masyarakat dalam skala rumah tangga  masih belum mampu untuk mengolah minyak jelantah menjadi produk lain yang memiliki nilai jual dan ramah lingkungan. Hal tersebut disebabkan karena minimnya informasi, metode, serta peralatan pendukung yang digunakan untuk mengolahnya. Perlunya dilakukan sosialisasi, pencerdasan, dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat mengolah minyak jelantah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan ramah lingkungan. Kegiatan tersebut harus diintegrasikan dengan lembaga-lembaga pemerhati dan pelestarian lingkungan.
Dukungan kita sebagai konsumen dapat dilakukan dengan memilih produk minyak goreng yang ramah lingkungan dari proses perkebunan, penanaman sawit, proses produksi, hingga penggunaannya. Selain itu, kita juga harus bijak dan tidak berlebihan ketika menggunakan olahan produknya. Jadilah konsumen yang cerdas, jangan asal membeli produk yang ramah dengan keuangan, tetapi belilah produk minyak goreng yang berekolabel dan bersertifikat RSPO agar trend penggunaan produk tersebut di masyarakat semakin luas. Dengan begitu, secara tidak langsung kita telah memberikan dukungan terhadap realisasi program perkebunan kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan sehingga industri-industri pengolahan minyak sawit tidak lagi mengorbankan ekosistem konservasi hutan untuk memperluas lahan perkebunan.


Muhammad Adiyaksa
Lomba Tulis Konsumen Bijak #BeliYangBaik

You Might Also Like

0 komentar: